Fenomena Hari Tanpa Bayangan, Warga Klaten Buktikan dengan Jam Matahari Masjid "
officialhelen99
Oct 13, 2024
3 min read
Jamaah masjid Riyadul Janah Dusun Kebon Gede, Juwiring, Klaten mengamati sinar matahari tepat di tengah jam matahari saat hari tanpa bayangan, Sabtu (12/10/2024). Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng
Hari tanpa bayangan (kulminasi matahari) terjadi pada hari ini. Fenomena matahari di posisi paling tinggi atau tepat di atas kepala itu menarik perhatian para jamaah Masjid Riyadul Janah, Dusun Kebon Gede, Desa Kenaiban, Kecamatan Juwiring, Klaten.
Diketahui, Kabupaten Klaten merupakan salah satu wilayah di Solo Raya yang mengalami fenomena hari tanpa bayangan. Fenomena tersebut diamati jamaah dengan memanfaatkan jam matahari.
Jam matahari bentuknya bukan seperti jam dinding, bukan pula untuk menunjukkan waktu 24 jam. Jam matahari itu hanya garis simetris dengan titik-titik pergerakan matahari yang ditandai dengan cat warna hijau, fungsinya untuk menentukan waktu salat khususnya dzuhur dan ashar.
Jam tersebut hanya berbentuk garis simetris dengan titik-titik pergerakan matahari yang ditandai dengan cat warna hijau sejak lima tahun lalu di halaman masjid.
Di atas titik dan garis yang membujur utara ke selatan itu terdapat atap galvalum yang dilubangi untuk masuknya sinar matahari. Sinar matahari yang setiap hari masuk ke halaman itu digunakan untuk menentukan waktu salat zuhur dan asar.
Saat fenomena hari tanpa bayangan terjadi, sinar matahari yang masuk lubang akan menimpa tepat di titik tengah garis jam matahari, tepatnya tegak lurus. Saat itulah, jemaah membuktikannya dengan sebatang kayu yang didirikan tegak di jalan samping masjid. Terbukti, tidak ada bayangan kayu yang terlihat.
Eko Prihationo, marbot Masjid Riyadul Janah, mengatakan hari ini jamaah menyaksikan fenomena matahari tepat di atas benda atau hari tanpa bayangan. Caranya, dengan menggunakan titik jam matahari yang dibuat lima tahun lalu.
"Kita yang mengajari ustadz Sugeng AR, dari titik yang sudah dilubangi pada jam matahari lima tahun lalu. Tepat di titik jam matahari tadi jam 11.23 WIB terjadi," ungkap Eko kepada wartawan di lokasi, Sabtu (12/10/2024) siang.
Menurut Eko, di Kecamatan Juwiring hanya ada beberapa masjid yang menggunakan jam matahari, termasuk masjid As Syifa dan Al Huda Dusun Bendo, Desa Ketitang, Kecamatan Juwiring. Di masjidnya sudah dua kali digunakan warga untuk membuktikan hari tanpa bayangan sampai gerhana matahari.
"Sudah dua kali ini (untuk melihat hari tanpa bayangan), juga untuk gerhana matahari cincin waktu itu ramai sekali warga ke sini, penuh dari berbagai daerah. Ramadan juga menggunakan jam matahari, tapi jam elektronik juga tetap digunakan," katanya.
Sekretaris Masjid Riyadul Janah, Budi Santoso, juga menyatakan hari tanpa bayangan tepat pukul 11.23 WIB. Sinar matahari tepat berada di titik jam matahari atau tepat di atas benda.
"Juga untuk waktu penetapan waktu salat zuhur, salat zuhur itu kan setelah tergelincir matahari. Jadi empat menit setelah sinar matahari menimpa titik jam matahari atau melewati garis bisa adzan,'' jelas Budi kepada wartawan.
Pakar ilmu Falaq dari Ponpes Assalam Surakarta, AR Sugeng Riadi, menjelaskan fenomena hari tanpa bayangan sebenarnya fenomena rutin gerakan matahari. Matahari pada hari ini tepat melintas lintang wilayah se Solo Raya di 7,5 derajat sama dengan deklinasinya. Sehingga, saat deklinasi dan lintang sama, matahari saat istiwa' atau waktu tengah (transit) pas di atas benda.
DAFTAR SCBD88 DAPATKAN BONUS SALDO GRATIS !!
"Matahari saat transit pas di atas Solo Raya sehingga benda tepat di bawahnya seolah kita tidak bisa melihat bayangan, seolah hari tanpa bayangan. Di masjid dibuatkan jam matahari sehingga pasti sinar matahari tepat di tengah garis antara garis Barat-Timur, Utara dan Selatan," papar Sugeng saat dihubungi detikJateng, Sabtu (12/10/2024).
Menurut Sugeng, yang juga warga Desa Ketitang, Kecamatan Juwiring, menyatakan fenomena hari tanpa bayangan terjadi di seluruh wilayah Indonesia tetapi waktu dan jamnya berbeda.
"Untuk Solo Raya hari ini jam 11.23 WIB karena tahun 2024 itu tahun kabisat jadi jatuhnya 12 Oktober. Kalau tahun kemarin dan tahun besok tepatnya tanggal 13 Oktober dan 1 Maret, ini fenomena tahunan setahun dua kali karena kita berada di sekitar ekuator," papar Sugeng.
Comments